Pesona Kota Lama Semarang
foto: 0 km Kota Semarang di Kota Lama
Kota Lama Semarang merupakan suatu kawasan di Semarang yang populer yang sudah ada semenjak abad ke 19 pada saat pemerintahan belanda . Awalnya kawasan ini adalah kawasan utama untuk pusat perekonomian. Kawasan ini juga menjadi tempat berkumpulnya semua etnis di jawa tengah dengan adanya berbagai macam tempat ibadah seperti masjid kauman, masjid layur, gereja blenduk, dan klenteng di kawasan pecinaan di selatan. Selain itu kawasan ini dibangun benteng yang dinamai benteng Vijhoek. Kawasan kota lama ini juga destinasi pilihan untuk berwisata apabila berkunjung ke Kota Semarang.
Kota lama dapat terbangun karena adanya jasa Belanda
terhadap Mataram yang mampu menumpas pemberontakan Trunojoyo pada 15 Januari
1678. Mataram berjanji apabila VOC mampu mengalahkan Trunojoyo maka Mataram
menyerahkan daerah Pantai Utara Jawa kepada pihak VOC. Kemudian dibangunlah
Semarang dengan diawali dengan dibangunnya sebuah benteng bernama Vijfhoek yang
pada awalnya digunakan sebagi rumah – rumah orang Belanda. Populasi orang
Belanda semakin lama semakin bertambah sehinga mengharuskan Belanda membangun
rumah – rumah serta perkantoran yang erada di sebelah timur benteng.
Pada 1740 sampai 1743 terjadilah
sebuah peristiwa besar yang bernama Geger Pecinan. Peristiwa ini adalah
peristiwa terbesar hingga VOC menduduki kawasan tersebut. Setelah perlawanan tersebut
dapat dipadamkan, orang - orang Belanda membangun sebuah fortifikasi
(perbentengan) yang mengelilingi Kota Lama. Karena tidak sesuain dengan
perkembangan kota maka fortifikasi tersebut di bongkar pada 1824. Untuk
mengenang benteng tersebut maka pemerintah Belanda membuat nama - nama jalan
kota lama menggunakan nama seperti:
·
Noorderwalstaat
atau Jalan Tembok Utara atau sekarang dikenal dengan Jalan Merak
·
Oosterwalstraat
atau Jalan Tembok Timur yang sekarang dikenal dengan nama Jalan Cendrawasih
·
Zuiderwalstraat
atau Jalan Tembok Selatan yang lebih dikenal dengan nama Jalan Kepodang,serta
·
Westerwaalstraat
atau Jalan Tembok Barat yang lebih dikenal dengan nama Jalan Mpu Tantular
Kawasan Kota Lama Semarang memiliki
luas sebesar 31 Hektare. Kawasan Kota Lama Semarang merupakan kawasan sejarah
yang 85% dipelihara baik hingga sekarang. Di kawasan ini ada banyak sekali bangunan
kuno yang masih berdiri, serta menjadi saksi bisu adanya sejarah Kolonialisme belanda
di Semarang. Kawasan ini sering dijuluki sebagai "Little Netherlands"
karena banyaknya bangunan yang memiliki detail bergaya Eropa abad 17-18. Tidak
hanya bangunan, seperti jalanan, jembatan dan taman juga sama.
Dari dulu kawasan Kota Lama memang
merupakan kawasan yang ramai. Walaupun bukan menjadi pusat perekonomian jawa
tengah sekarang, kawasan ini terdapat berberapa tempat bisnis, tempat wisata, tempat
wisata sejarah, hingga berbagai spot menarik untuk berfoto. Sayangnya ketika
Rob kawasan ini sangat rentan terkena banjir. Meskipun begitu kawasan ini
tetaplah bisa jadi pilihan favorit untuk berjalan-jalan, berwisata sejarah, belajar
dan sangat mungkin untuk yang suka berfoto-foto
karena kawasan ini sangatlah jarang dan unik.
Dalam tulisan ini saya akan
membahas sedikit perjalanan saya di Kota Lama Semarang ini. Banyak sekali tempat
yang bersejarah ketika saya mampir ke Kawasan Kota
Lama Semarang. Sekarang, kita bisa menikmati perjalanan keliling di Kota Lama
Semarang dengan Vespa Wisata yang tersedia di Taman Sri Gunting Kawasan Kota
Lama. Biaya vespa wisata tersebut 25ribu untuk 2 orang dewasa, atau bisa 1
dewasa 2 anak-anak. Dengan layanan yang baik, kita juga dijelaskan tentang
sejarah yang ada di Kota Lama tersebut. Dan ternyata sejarah dari kota lama
sendiri juga tersambung di berbagai tempat di Kota Semarang.
Di kota lama saya menemui berbagai bangunan
bersejarah, diantaranya:
Ø Gereja Blenduk
Gereja
Blenduk adalah Gereja Kristen paling tua di Jawa Tengah. Dibangun pada tahun
1753, berlokasi di Jl. Letjend. Suprapto 32. Sebenarnya nama Gerena
ini adalah GPIB Immanuel. Dijuluki masyarakat sebagai Gereja Blenduk (Blenduk :
melingkar/membulat) karena memiliki atap/kubah yang bentuknya setengah
lingkaran/membulat, berbeda dengan Gereja lain yang kebanyakan atapnya runcing.
Karena keunikan atap ini, Gereja ini sangat dikenal oleh masyarakat semarang
sendiri.
Sebenarnya
Gereja ini sudah mengalami 3 kali renovasi dan diabadikan dalam tulisan batu
marmer di alter Gereja. Awalnya Gereja ini tidak seperti bagunan eropa, tetapi
berbentuk rumah panggung jawa, kemudian di rombak total pada tahun 1787,
direnovasi kembali Pada tahun 1894 oleh
H.P.A. de Wilde dan W.Westmas ditbahkan 2 menara didepannya dan terakhir pada
tahun 2003 karena sudah banyak bagian bangunan yang mulai mengkhawatirkan.
Sekarang
Gereja ini masih aktif digunakan pada ibadah mingguan dan acara besar umat
katholik. Disekitar luar Gereja ini sering digunakan untuk berfoto-foto dan
acara-acara yang cukup besar seperti pameran seni, pameran benda antik, acara
berkumpul verteran, dan beberapa titik berkumpul beberapa komunitas.
Jiwasraya ini merupakan sebuah perusahaan yang berjalan dibidang asuransi. Di dalam
gedung ini sendiri menyimpan lift yang dulu digunakan oleh belanda. Dalam catatan
sejarah, lift tersebut tercatat sebagai lift pertama di Indonesia.
Bentuk lift masih terlihat asli. Hanya saja besi-besinya
sudah berkarat. Untuk lantai lift terbuat dari kayu. Di dinding lift masih
terlihat jelas perusahaan pembuat lift yaitu Otis Elevator Company. Sedangkan
panel untuk pengoperasian lift sudah rusak.
Menurut Ketua Conservation Institute Ertim, Khrisna, tidak
ada catatan kapan lift itu dipasang. Namun dia menyakini lift itu adalah yang
pertama ada di Indonesia. "Kemungkinan besar lift dipasang saat bangunan
ini dibangun. Bangunan ini relatif baru jika dibandingkan dengan bangunan lain
di Kota Lama," kata Khrisna.
Jika dilihat sejarah bangunan berdiri, lift di Gedung
Jiwasraya ini sudah ada sejak zaman Belanda. Dulu gedung ini bernama De
Nederlands Indies Leensverzekering dan Lifrente Maatschappij. Perusahaan ini
bergerak di bidang Asuransi Jiwa Hindia Belanda dan Tunjangan Hidup pada 1916.
Namun Pada tahun 1957 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda
yang ada di Indonesia dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi
perekonomian Indonesia. Pada 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan merubah namanya
menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun
1961, tanggal 1 Januari 1961, 9 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda dengan
inti NILLMIJ van 1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka
Sedjahtera. Seiring berjalannya waktu, sering kali
ejaan nama asuransi jiwa berubah, yang akhirnya menjadi nama Jiwasraya sekarang
ini.
Stasiun
Semarang Tawang (SMT) atau terkadang disebut juga Stasiun
Tawang adalah stasiun kelas besar tipe A di Tanjung Mas, Semarang Utara, Kota
Semarang. Stasiun yang terletak pada ketinggian +2 meter ini
merupakan stasiun terbesar yang berada dalam pengelolaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi IV Semarang sekaligus
stasiun terbesar di Kota Semarang dan Jawa Tengah bagian
utara. Nama "Tawang" diambil dari nama kampung di dekat stasiun ini,
yaitu Tawangsari.
Stasiun ini merupakan stasiun kereta api besar
tertua di Indonesia setelah Semarang Gudang dan diresmikan pada
tanggal 19 Juli 1868 oleh Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij (NIS) untuk jalur Semarang Tawang ke Tanggung.
Jalur ini menggunakan lebar 1.435 mm. Pada tahun 1873 jalur ini
diperpanjang hingga Stasiun Solo Balapandan berlanjut hingga Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta.
Dulu, selain ada rel ke Stasiun Semarang Gudang, terdapat juga rel
menuju Demak yang
kini sudah tidak berguna lagi. Rencananya, jalur menuju ke Demak tersebut akan
diaktifkan kembali. Di sisi utara stasiun ini, juga akan dibangun terminal peti
kemas. Hal ini dilakukan guna mempermudah proses pengangkutan peti kemas menuju
ke Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
Letak stasiun ini tidak terlalu jauh dari pusat kota, kurang lebih 5
kilometer. Stasiun ini juga tidak jauh dari objek wisata Kota Lama dan Pasar Johar. Di depan
stasiun ini terdapat kolam yang berguna untuk menampung air banjir di Kota Semarang bagian
bawah yang sering disebut dengan sebutan polder.
Bangunan luar stasiun ini masih utuh menggunakan bangunan buatan Belanda
dulu. Stasiun ini memiliki 6 jalur aktif dan 2 jalur buntu. Jalur 1 (paling
selatan) untuk persinggahan KA jarak jauh atau menengah yang menaikturunkan
penumpang di stasiun ini; jalur 2 untuk persinggahan KA apabila di jalur 1 dan
3 ada KA yang berhenti; jalur 3 untuk kedatangan dan keberangkatan KA jarak
jauh dan menengah yang berhenti di stasiun ini serta juga untuk parkir serta
persiapan untuk keberangkatan KA Argo Muria, Argo Sindoro, Menoreh, dan Kamandaka; jalur 4 sebagai sepur lurus
pertama untuk melintas langsungnya KA dari arah timur maupun barat; jalur 5
sebagai sepur lurus kedua khusus untuk kedatangan dan keberangkatan KA komuter;
jalur 6 untuk persilangan KA; serta jalur 7 dan 8 (jalur buntu) digunakan
sebagai parkir gerbong yang sedang tak terpakai dan tempat untuk pencucian KA.
Stasiun ini merupakan stasiun yang sangat sibuk karena hampir semua kereta
penumpang yang melintasi jalur utara berhenti di sini. Hanya KA Jayabaya dan angkutan barang selain
parsel ONS yang tidak berhenti di stasiun ini.
Bangunan
setangkup dengan fasade tunggal. Bangunan berorientasi ke selatan. Seluruh
bangunan berlantai dua. Pondasi bangunan dengan batu dan sistem struktur
dinding bata. Dinding dari batu bata, bagian kaki bangunan diberi ornamen dan
seluruh dinding diselesaikan dengan plester dan dicat. Atap bangunan pelana
dengan bahan penutup genteng. Facade entrance menghadap kebarat daya
(menyorong). Terdapat jendela loteng di sepanjang facade bangunan. Tritisan
tidak begitu lebar karena terjadi dari dinding yang menjorok ke dalam. Cornice
terdiri dari garis-garis mendatar. Dinding facade entrance dipertinggi dan
diselesaikan dengan hiasan diatasnya. Bangunan tidak mempunyai serambi. Pintu
masuk utama menjorok ke dalam dan dinaungi atap lengkung yang membentuk balkon
diatasnya. Balkon tanpa nangungan. Pintu berdaun ganda dengan panel kayu.
Diatas pintu terdapat bouvenlicht. Diatas cornice di sepanjang facade bagian
barat terdapat terdapat jendela dari kaca yang berfungsi sebagai ventilasi.
Jendela berambang atas lengkung dan berdaun ganda. panel jendela dari kaca dan
kayu. Gaya bangunan sedikit terpengaruh oleh gaya Spanish Colonial. Bangunan
kantor ini tidak mempunyai halaman dengan posisinya tepat di tepi jalan Raya
Letjend Suprapto, Kota Lama
Semarang. Di sebelah barat adalah Paradeplin
Gereja Blenduk.
Perusahaan Winkel Maatschappij “H Spiegel” yang dulu
menempati bangunan ini adalah sebuah toko yang menyediakan berbagai macam
barang baik keperluan rumah tangga atau keperluan kantor dengan model terbaru.
Beberapa barang yang disajikan antara lian : tekstil dari kapas atau lenin,
keperluan rumah tangga, mesin ketik, furniture, keperluan untuk olah raga dan
sebagainya. Perusahaan ini pertama kali dibanguna pada tahun 1895 oleh Tuan
Addler. Kemudian Tuan H. Spiegel diangkat menjadi manajer perusahaan ini. Lima
tahun kemudian, Tuan H. Spiegel menjadi pemiliknya. Pada tahun 1908 perusahaan
ini menjadi perusahaan terbatas. Kini keadaan bangunan kuno ini
agak kurang terawat, sedangkan fungsi bangunan dialihkan menjadi gudang.
Pada 8 Juni 2015, setelah
dilakukan restorasi yang cukup lama gedung ini digunakan sebagai cafe dan resto.
Gedung Marba yang terletak di
salah satu sudut kota lama, seberang Taman Srigunting, tepatnya Jalan Let.
Jend. Suprapto No 33 Semarang ini dibangun pada pertengahan abad XIX, merupakan
bangunan 2 lantai dengan tebal dinding ± 20 cm. Bangunan ini berdiri sekitar
pertengahan abad XIX. Pembangunan ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET, seorang
warga negara Yaman, merupakan seorang saudagar kaya pada jaman itu. Untuk
mengenang jasanya bangunan itu dinamai singkatan namanya MARBA. Gedung ini
awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut
(EMKL). Selain kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan
satu-satunya pada waktu itu , DE ZEIKEL. Setelah pensiun, perusahaan
pelayarannya dipegang oleh anaknya MR MARZUKI BAWAZIR. Agak disayangkan gedung
kuno yang eksotis ini saat ini tidak ada aktivitasnya dan digunakan untuk
gudang.
Ø
Pabrik Rokok Praoe Lajar
Di kisaran Kawasan Polder Tawang, Kota lama,
tepatnya di Jalan Merak, terdapat pabrik rokok Praoe Lajar (Prau Layar), yang
sudah lama beroperasi, sampai sekarang. Sebagai salah satu rokok indie, dengan
segmen pasar kelas menengah bawah, yang sebagian besar dari kita mungkin belum
pernah melihat iklannya di media atau mungkin juga belum pernah melihat
rokoknya di toko atau warung, merupakan prestasi yang patut diacungi jempol
karena pabrik rokok Praoe Lajar ini masih beroperasi hingga kini.
Pabrik Rokok Praoe
Lajar Semarang – PT Prau Lajar:
Alamat: Jl Merak No 15 Tanjungmas, Semarang 50174 Jawa Tengah.
Nomor telepon: (024) 3546234 Fax: (024) 3559674.
Alamat: Jl Merak No 15 Tanjungmas, Semarang 50174 Jawa Tengah.
Nomor telepon: (024) 3546234 Fax: (024) 3559674.
Rokok Praoe Lajar, adalah satu
dari sedikit pabrik rokok asal Semarang yang selamat ditengah gempuran
korporasi besar industri rokok nasional. Perusahaan rokok yang mengklaim
dirinya sebagai “Rokoknya Para Nelayan” ini konsumennya kebanyakan berada di
Pemalang, Tegal dan Pekalongan. Pabrik Rokok Praoe Lajar memiliki pesona
tersendiri karena berada di Kawasan Kota
Lama Semarang, ditengah-tengah bangunan-bangunan peninggalan
masa kolonial.
Namun, hanya sedikit orang
yang tau bahwa Pabrik Rokok Praoe Lajar ini pada masa lampau adalah sebuah
kantor milik Maintz & Co, sebuah perusahaan energi swasta yang pertama
mengembangkan jaringan listrik di Hindia Belanda. Maintz & Co menjadi melayani
kebutuhan listrik masyarakat di Pulau Jawa pada mulanya dan memiliki beberapa
anak perusahaan sebagai operator listrik di Pulau Jawa bagian tengah dan timur,
khususnya Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Pasuruan dan Salatiga. Maintz &
Co memiliki beberapa anak perusahaan salah satunya adalah NV Algemeene
Nederlandsch Indische-Electriciteits-Maatschappij (ANIEM) yang didirikan pada
tahun 1909. Maintz & Co bernasib seperti perusahaan asing lain di Indonesia
yang terkena kebijakan nasionalisasi seiring meningkatnya sentiment anti asing
di Indonesia karena permasalahan Irian Barat. Perusahaan ini dinasionalisasi
pada 2 Mei 1959. Kemungkinan setelahnya, kantor Maintz & Co. di Semarang
digunakan kantor dan pabrik untuk Praoe Lajar, sampai sekarang.
Dan
ada juga pasar seni yang bertepatan sebelah dengan Taman Sri Gunting juga, nama
pasar tersebut Pasar Seni Padangrani. Di pasar tersebut menjual dari
barang-barang seni sampai barang-barang antik. Disini juga menjual piringan
hitam atau kaset gramaphone, yang dulu dipakai untuk mendengarkan musik.
Tidak
heran lagi apabila kota lama menjadi destinasi wisata yang dikunjungi para
wisatawan. Para wisatawan juga berasal dari berbagai penjuru daerah indonesia
maupun ada yang dari luar negeri.
Sekian
tulisan dari saya, saya menggabungkan tulisan ini dari berbagai sumber yang ada
dan tentunya saya juga telah mengunjunginya. Mohon maaf apabila ada kesalahan
atau kekurangan dalam penulisannya. Semoga para pembaca tertarik untuk
mengunjungi kawasan kota lama ini yang berada di Kota Semarang ini, dan
menjadikan wisata semarang menjadi semakin maju.
Terima
Kasih.
Komentar
Posting Komentar